BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini
membawa kesejahteraan bagi umat manusia di segala bidang kehidupan tetapi juga
menimbulkan akibat yang tidak diharapkan. Salah satu akibat yang tidak
diharapkan tersebut adalah meningkatnya kuantitas maupun kualitas
mengenai cara atau teknik pelaksanaan
tindak pidana, khusunya yang berkaitan dengan upaya pelaku tindak pidana dalam
usaha meniadakan sarana bukti, sehingga tidak jarang dijumpai
kesulitan bagi para petugas hukum untuk mengetahui identitas korban.
Dalam proses penyidikan suatu tindak pidana, mengetahui identitas korban
merupakan hal yang sangat penting. Dengan mengetahui identitas korban merupakan
sebagai langkah awal penyidikan sehingga dapat dilakukan langkah-langkah
selanjutnya. Apabila identitas korban tidak dapat diketahui, maka sebenarnya
penyidikan menjadi tidak mungkin dilakukan. Selanjutnya apabila penyidikan
tidak sampai menemukan identitasnya identitas korban, maka dapat dihindari
adanya kekeliruan dalam proses peradilan yang dapat berakibat fatal. Selain itu
mengetaui identitas korban untuk berbagai kehidupan sosial misalnya asuransi,
pembagian dan penentuan ahli waris, akte kelahiran, pernikahan dansebagainya
keterangan identitas mempunyai arti penting pula, yaitu untuk mengetahui bahwa
keterangan itu benar-benar keterangan yang dimaksud untuk memperoleh yang
menjadi haknya maupun untuk memenuhi kewajibannya.
Bencana adalah suatu peristiwa yang terjadi secara mendadak dan tidak
terencana atau secara perlahan tetapi berlanjut yang menimbulkan dampak
terhadap pola kehidupan normal atau kerusakan ekosistem sehingga diperlukan
tindakan darurat dan menyelamatkan korban yaitu manusia beserta lingkungannya.
Bencana yang terjadi secara akut atau mendadak dapat berupa rusaknya rumah
serta bangunan, rusaknya saluran air, terputusnya aliran listrik, jalan
raya, bencana akibat tindakan manusia, dan lain sebagainya. Sedangkan bencana
yang terjadi secara perlahan-lahan atau slow onset disaster , misalnya perubahan kehidupan masyarakat akibat menurunnya
kemampuan memperoleh kebutuhan pokok, atau akibat dari kekeringan
yang berkepanjangan, kebakaran hutan dengan akibat asap atau haze yang menimbulkan masalah kesehatan.
Dalam ilmu kedokteran forensik dikenal pemeriksaan identifikasi yang
merupakan bagian tugas yang mempunyai arti cukup penting. Identifikasi adalah
suatu usaha untuk mengetahui identitas seseorang melalui sejumlah cirri yang
ada pada orang tak dikenal, sedemikian rupa sehingga dapat ditentukan bahwa
orang itu apakah sama dengan orang yang hilang yang diperkirakan sebelumnya
juga dikenal dengan ciri-ciri itu. Disitulah semua, identifikasi mempunyai arti
penting baik ditinjau dari segi untuk kepentingan forensic maupun non-forensik.
Makalah
ini bertujuan membahas berbagai hal mengenai identifikasi forensik ataupun
identifkasi secara umum meliputi: pengertian, arti penting, macam-macam
pemeriksaan dan cara atau metode serta sistem identifikasi. Hal-hal demikian
diperlukan untuk memperoleh pemahaman pemahaman dalam penanganan dan
pemeriksaan identifikasi yang komprehensif.
B.Identifikasi
masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka dalam
penulisan makalah t ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa saja dasar - dasar dari pemeriksaan pada identifikasi forensik?
2. Kenapa peran dokter dalam proses identifikasi forensik sangatlah penting?
C.Tujuan
Penyusunan
Tujuan
dari penelitian makalah ini adalah untuk dapat menjelaskan, sertamenunjukkan,
mengenai:
1. Apa saja dasar - dasar dari pemeriksaan pada identifikasi forensik?
2. Kenapa peran dokter dalam proses identifikasi forensik sangatlah penting?
D.
Metode Pendekatan
Dalam
pendekatan makalah ini, penyusun menggunakan metode normatif yang berdasarkan
atas studi pustaka. Yaitu dengan cara membaca dan merangkumdata yang berkenaan
dengan materi yang dibahas dalam makalah ini sertamenggunkan data sekunder yang
didapatkan dari beberapa media masa baik cetak maupun elektronik
E. Sistematika Penulisan
- Bab
1 menjelaskan tentang latar belakang, identifikasi masalah, tujuan
masalah, metode penyusunan dan metode pendekatan, serata sistematika
penulisan ini sendiri.
- Bab
2 adalah tinajuan pustaka yang dimana disitu dicantumkan data-data bahan
studi yang digunakan untuk membuat makalah ini
- Bab
3 pembahasan yang menjawab identifikasi masalah-masalah yang dipaparkan di
bab 1
- Bab
4 berisi kesimpulan dan saran tentang makalah yang saya buat .
BAB II
TINJAAUAN
PUSTAKA PUSTAKA
A. Pengertian Ilmu
Kedokteran Kehakiman
Ilmu Kedokteran kehakiman adalah cabang
spesialistik ilmu kedokteran yang memanfaatkan ilmu kedokteran untuk
kepentingan penegakan hukum, terutama pada bidang hukum pidana. Proses
penegakan hukum dan keadilan merupakan suatu usaha ilmiah, dan bukan sekedar
common sense, nonscientific belaka. Dengan demikian, dalam penegakan keadilan
yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, bantuan dokter dengan pengetahuan
Ilmu Kedokteran kehakiman yang dimilikinya amat diperlukan.
Peranan dari kedokteran kehakiman dalam penyelesaian perkara pidana di
Pengadilan adalah membantu hakim dalam menemukan dan membuktikan unsur-unsur
yang di dakwakan dalam pasal yang diajukan oleh penuntut. Serta memberikan
gambaran bagi hakim mengenai hubungan kausalitas antara korban dan pelaku
kejahatan dengan mengetahui laporan dalam visum et repertum. Disamping itu,
diperoleh hasil bahwa dalam setiap praktek persidangan yang memerlukan keterangan
dari kedokteran forensik, tidak pernah menghadirkan ahli dalam bidang ini untuk
diajukan di sidang pengadilan sebagai alat bukti saksi. Implikasi teoritis
persoalan ini adalah bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan suatu perkara yang
memerlukan keterangan dokter forensik, hanya memerlukan keterangan yang berupa
visum et repertum tanpa perlu menghadirkan dokter yang bersangkutan di sidang
pengadilan. Sedangkan implikasi praktisnya bahwa hal ini dapat dijadikan
pertimbangan bagi hakim dalam menangani perkara yang memerlukan peran dari
kedokteran forensik.
Tugas pokok seorang dokter dalam bidang forensik adalah membantu pembuktian
melalui pembuktian ilmiah termasuk dokumentasi informasi/prosedur, dokumentasi
fakta, dokumentasi temuan, analisis dan kesimpulan, presentasi (sertifikasi).
Dinilai menurut waktu penyelidikan hingga persidangan dokter mempunyai
peran sebagai berikut:
1. Masa
Penyelidikan
Pemeriksaan di TKP dan analisis data yang ditemukan
2. Masa
Penyidikan
Pembuatan visum et repertum dan BAP saksi ahli
3. Masa
Persidangan
Dokter berperan dalam memberikan keterangan ahli,
sebagai saksi ahli pemeriksa, menjelaskan visum et repertum, menjelaskan kaitan
temuan VeR dengan temuan ilmiah alat bukti sah lainnya. Dokter juga berperan
menjelaskan segala sesuatu yang belum jelas dari sisi ilmiah.
Peran profesi kedokteran forensik berkaitan dengan kepentingan peradilan
dengan melibatkan pengetahuan patologi forensik dan patologi klinik. Profesi
kedokteran forensik bisa juga mencakup ruang lingkup bukan peradilan yaitu
berperan dalam identifikasi, keterangan medis, uji keayahan, dan pemeriksaan
barang bukti lainnya.
Pendekatan kedokteran forensik selain menjadi ahli klinik medikalisasi dan
terapi, ilmu forensik juga berperan dalam hal non-terapi , yaitu pembuktian.
Ilmu forensik sangat komprehensif mencakup psikososial, yuridis. Akan tetapi
forensik juga tidak bisa dikatakan hukum karena forensik tidak menentukan suata
peristiwa disebut pembunuhan, perkosaan atau mengatakan siapa pelaku. Forensik
hanya memberi petunjuk cara kematian atau pidana atau petunjuk siapa pelaku.
Ilmu kedokteran forensik mengutamakan prinsip dasar etika kedokteran
meliputi: prinsip tidak merugikan (non maleficence), prinsip berbuat baik
(beneficence), prinsip menghormati otonomi pasien (autonomy), dan prinsip
keadilan (justice). Prinsip tidak merugikan (non maleficence), merupakan
prinsip dasar menurut tradisi Hipocrates, primum non nocere. Jika kita tidak
bisa berbuat baik kepada seseorang, paling tidak kita tidak merugikan orang
itu. Dalam bidang medis, seringkali kita menghadapi situasi dimana tindakan
medis yang dilakukan, baik untuk diagnosis atau terapi, menimbulkan efek yang
tidak menyenangkan.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.Definisi Identifikasi
Identifikasi adalah penentuan atau pemastian
identitas orang yang hidup maupun mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat
pada orang tersebut. Identifikasi juga diartikan sebagai suatu usaha untuk
mengetahui identitas seseorang melalui sejumlah ciri yang ada pada orang tak dikenal,
sedemikian rupa sehingga dapat
ditentukan bahwa orang itu apakah sama dengan orang yang hilang
yang diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu.
Identifikasiforensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang
ditujukan untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi
terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak, membusuk, hangus
terbakar dan kecelakaan masal, bencana
alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta
potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga
berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayitertukar, atau
diragukan orangtua nya.Identitas seseorang yang dipastikan bila paling sedikit
dua metode yang digunakan memberikan hasil positif.
Dengan diketahuinya jati diri korban, penyidik akan
lebih mudah membuat satu daftar dari orang-orang yang patut dicurigai. Daftar
tersebut akan lebih diperkecil lagi bila diketahui saat kematian korban serta
alat yang dipakai oleh tersangka pelaku kejahatan
B. metode identifikasi
Dalam pelayanan identifikasi forensik berbagai
macam pemeriksaandapat digunakan sebagai sarana identifikasi. Berdasarkan
penyelenggaraan penanganan pemeriksaannya, maka sarana-sarana identifikasi
dapat dikelompokkan:
1.Sarana identifikasi konvensional, yaitu berbagai macam
pemeriksaan identifikasi yang
biasanya sudah dapat diselenggarakan penanganannya oleh pihak
polisi penyidik antara lain:
Ø Metode visual, dengan memperhatikan dengan cermat atas korban,
terutama wajahnya oleh pihak keluarga atau rekan dekatnya, maka jati diri
korban dapat diketahui. Walaupun metoda ini sederhana, untuk mendapat hasil
yang diharapkan perlu diketahui bahwa metode ini baru dapat dilakukan bila
keadaan tubuh dan terutama wajah korban masih dalam keadaan baik dan belum
terjadi pembusukan yang lanjut. Selain itu perlu diperhatikan factor
psikologis, emosi serta latar belakang pendidikan; oleh karena faktor-faktor
tersebut dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Juga perlu diingat bahwa manusia
itu mudah terpengaruh oleh sugesti, khususnya dari pihak penyidik.
Ø Perhiasan, anting-antign, kalung, gelang serta cincin yang ada
pada tubuh korban, khususnya bila pada perhisan itu terdapat inisial nama
seseorang yang biasanya terdapat pada bagian dalam dari gelang atau cincin;
akan membantu dokter atau pihak penyidik didalam menentukan identitas korban.
Mengingat kepentingan tersebut maka penyimpanan dari perhisan haruslah dilakukan dengan baik.
Ø Dokumen, kartu tanda penduduk, surat izin mengemudi, paspor, kartugolongan darah, tanda pembayaran dan
lain sebagainya yang ditemukan dalam dompet atau tas korban dapat
menunjukkan jati diri korban. Khusus pada kecelakaan masal, perlu diingat akan
kebiasaan seseorang di dalam menaruh dompet atau tasnya. Pada pria dompet
biasanya terdapat dalam saku baju atau celana, sedangkan pada wanita tas
biasanya dipegang; sehingga pada kecelakaan masal tas seseorang dapat terlempar
dan sampai pada orang lain yang bukan pemiliknya, jika hal ini tidak
diperhatikan kekeliruan identitas dapat terjadi, khususnya bila kondisi korban
sudah busuk atau rusak.
Ø Jari, dapat dikatakan bahwa tidak ada dua orang yang mempunyai sidik jari
yang sama, walaupun kedua orang tersebut kembar satu telur. Atas
dasar ini, sidik jari merupakan sarana yang terpenting khususnya bagi
kepolisian didalam mengetahui jati diri seseorang, oleh karena selain
kekhususannya, juga mudah dilakukan secara masal dan murah pembiayaanya.
Walaupun pemeriksaan sidik jari tidak dilakukan dokter, dokter masih mempunyai
kewajiban, yaitu untuk mengambilkan (mencetak) sidik jari, khususnya
sidik jari pada korban yang tewas dan keadaan mayatnya telah membusuk.
Teknik pengembangan sidik jari pada jari telah mengelupas dan memasangnya pada
jari yang sesuai pada jari pemeriksa, baru kemudian dilakukan pengambilan sidik
jari, merupakan prosedur yang harus dikatahui dokter.
Sarana identifikasi medis, yaitu berbagai macam pemeriksaan identifikasi
yang diselenggarakan penanganannya oleh pihak medis, yaitu apabila pihak polisi
penyidik tidak dapat menggunakan sarana identidikasi konvensional atau kurang
memperoleh hasil identifikasi yang meyakinkan, antara lain:
a. Pemeriksaan ciri-ciri tubuh yang spesifik maupun yang non-spesifik
secaramedis melalui pemeriksaan luar dan dalam pada waktu otopsi. Beberapa
cirri yang spesifik, misalnya cacat bibir sumbing atau celah palatum, bekas
luka atau operasi luar (sikatrik atau keloid), hiperpig mentasi daerah kulit
tertentu, tahi lalat, tato, bekas fraktur atau adanya pin pada bekas operasi
tulang atau juga hilangnya bagian tubuh tertentu dan lain-lain. Beberapa
contoh cirinon-spesifik antara lain misalnya tinggi badan, jenis kelamin, warna
kulit, warna serta bentuk rambut dan mata, bentuk-bentuk hidung, bibir
dan sebagainya.
b. Pemeriksaan ciri-ciri gigi melalui pemeriksaan odontologis.
c. Pemeriksaan ciri-ciri badan atau rangka melalui pemeriksaan
antropologis, antroposkopi dan antropometri.
d. Pemeriksaan golongan darah berbagai sistem: ABO, Rhesus, MN, Keel,
Duffy, HLA dan sebagainya.
e. Pemeriksaan ciri-ciri biologi molekuler sidik DNA dan lain-lain.
Dikenal ada dua metode melakukan identifikasi yaitu
secara komparatif (membandingkan) dan secara rekonstruksi. Yang
dimaksud dengan identifikasi membandingkan data adalah identifikasi yang
dilakukan dengan cara membandingkan antara data ciri hasil pemeriksaan hasil
orang tak dikenal dengan data ciri
orang yang hilang yang diperkirakan yang pernah dibuat sebelumnya. Pada
penerapan penanganan identifikasi kasus korban jenasah tidak dikenal, maka
kedua data ciri yang dibandingkan tersebut adalah data post mortem dan data
antemortem. Data ante mortem yang baik adalah berupa medical record dan dental
record.
Identifikasi dengan cara membandingkan data ini
berpeluang menentukan identitas sampai pada tingkat individual, yaitu dapat
menunjukan siapa jenazah yang tidak dikenal tersebut. Hal ini karena pada
identifikasi dengan cara membandingkan data, hasilnya hanya ada dua alternatif:
identifikasi positif atau negatif. Identifikasi positif, yaitu apabila
kedua data yang dibandingkanadalah sama,
sehingga dapat disimpulkan bahwa jenazah yang tidak dikenali itu adalah
sama dengan orang yang hilang yang diperkirakan. Identifikasi
negatif yaitu apabila data yang dibandingkan tidak sama, sehingga dengan
demikian belum dapat ditentukan siapa jenasah tak dienal tersebut. Untuk itu
masih harus dicarikan data pembanding antemortem dari orang hilang lain yang
diperkirakan lagi. Untuk dapat melakukan identifikasi dengan cara membandingkan
data, diperlukan syarat yang tidak mudah, yaitu harus tersedianya data ante
mortem berupa medical atau dental record yang lengkap dan akurat serta
up-to-date, memenuhi kriteria untuk dapat dibandingkan dengan data post
mortemnya. Apabila tidak dapat dipenuhi syarat tersebut, maka identifikasi
dengan cara membandingkan tidak dapat diterapkan.
Apabila identifikasi dengan cara membandingkan data
tidak dapat diterapkan, bukan berarti kita tidak dapat mengidentifikasi.
Apabila demikian halnya, kita masih dapat mencoba mengidentifikasi dengan cara
merekonstruksi data hasil pemeriksaan post-mortem ke dalam perkiraan-perkiraan
mengenai jenis kelamin, umur, ras, tinggi dan bentuk serta ciri-ciri spesifik
badan.
Sebagaicontoh:
a. Dengan mengamati lebar-sempitnya tulang panggul terhadap kriteria dan
ukuran laki-laki dan perempuan, dapat diperkirakan jenis kelaminnya.
b. Dengan mengamai interdigitasi dutura-sutura tengkorak dan pola waktu
erupsi gigi, dapat diperkirakan umurnya. Pada kasus infantisid dengan mengukur
tinggi badan ( kepala-tumit atau kepala-tulang ekor) dapat diperkirakan umur
bayi dalam bulan.
c. Dengan formula matematis, dapat diperhitungkan perkiraan tinggi badan
individu dari ukuran barang bukti tulang-tulang panjangnya.
d. Dengan perhitungan indeks-indeks dan modulus kefalometri atau
kraniometri, dapat diperhitungkan perkiraan ras dan bentuk muka individu.
e. Dengan ciri-ciri yang spesifik, dapat menuntun kepada siapa individu
yang memilikinya.Meskipun identifikasi cara rekonstruksi ini tidak sampai
menghasilkan dapat menentukan identitas sampai pada tingkat individual, namun
demikian perkiraan-perkiraan identitas yang dihasilkan dapat mempersempit dan
memberikan arah penyidikan.
Terhadap pola permasalahan kasusnya, dikenal ada tiga macam sistem
identifikasi, yaitu :
1. Identifikasi sistem terbuka adalah identifikasi pada kasus yang terbuka
kepada siapapun dimaksudkan sebagai si korban tidak dikenal. Pola permasalahan
kasusnya biasanya : kriminal, korban tunggal, sulit diperoleh data ante-mortem,
identifikasinya biasanya dilakukan dengan cara rekonstruksi,
contoh: identifikasi korban pembunuhan tidak dikenal.
2. Identifikasi sistem tertutup adalah identifikasi pada kasus yang jumlah
dan daftar korban tak dikenalnya sudah diketahui. Pola permasalahan kasus
biasanya: non-kriminal, korban massal, dimungkinkan diperoleh data antemortem,
identifikasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan data, contoh:
identifikasi korban kecelakaan pesawat terbang menabrak gunung.
3. Identifikasi sistem semi terbuka atau semi tertutup adalah identifikasi
pada suatu kasus yang sebagian korban tidak dikenalnya sudah diketahui dan
sebagian lainnya belum diketahui sama sekali atau belum diektahui tetapi sudah
tertentu, contoh : identifikasi korban kecelakaan pesawat terbang di Malioboro
(semi terbuka) atau di suatu perumahan (semi tertutup).
C.Dasar-Dasar Identifikasi Forensik
Dasar hukum dan undang-undang bidang kesehatan yang mengaturidentifikasi
jenazah adalah :
A.Berkaitan dengan kewajiban dokter dalam membantu peradilan diatur
dalam KUHAP pasal 133:
1. Dalam hal penyidik untuk membantu
kepentingan peradilan menanganiseorang korban baik luka, keracunan ataupun mati
yang di duga karenaperistiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokterdan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan
dengan tegasuntuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat.
3. Mayat yang dikirimkan kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara
baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang
memuatkan identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang diilekatkan
pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
B. Undang-Undang Kesehatan Pasal 791.
Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia juga kepadapejabat
pegawai negeri sipil tertentu di Departemen Kesehatan diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam UU No.8 tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini.
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :
1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran
laporan serta keterangan.
2. Melakukan
pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan.
3. Meminta keteragan dan bahan bukti
dari orang atau badan usaha.
4. Melakukan pemeriksaan atas surat atau
dokumen lain.
5. Melakukan pemeriksaan atau penyitaan
bahan atau barang bukti.
6. Meminta bantuan ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan.
7. Menghentikan penyidikan apabila tidak
terdapat cukup bukti sehubungan dengan
tindak pidana di bidang kesehatan.
D.Jenis-Jenis Pemeriksaan Identifikasi Forensik
Menentukan identitas atau jati diri atas seorang
korban tindak pidana yang berakibat fatal,relatif lebih mudah bila dibandingkan
dengan penentuan jati diri tersangka pelaku kejahatan. Hal tersebut oleh karena
pada penentuan jati diritersangka pelaku kejahatan semata-mata didasarkan pada
penentuan secara visuil, yang sudah tentu banyak faktor-faktor yang
mempengaruhinya sehingga hasil yang dicapai tidak memenuhi harapan.
Dari sembilan metoda identifikasi yang dikenal,
hanya metoda penentuan jati diri dengan sidik jari (daktiloskopi) yang tidak
lazim dikerjakan oleh dokter, melainkan dilakukan oleh pihak kepolisian.
Delapan metoda yang lain, yaitu: metode visual, pakaian, perhiasan, dokumen,
medis, gigi, serologi danmetode eksklusi. Dengan diketahuinya jati diri korban,
pihak penyidik dapat melakukan penyidikan untuk mengungkap kasus menjadi lebih
terarah; oleh karena secara kriminologis
pada umumnya ada hubungan antara pelaku dengan korbannya. Daftar
tersebut akan lebih diperkecil lagi bila diketahui saat kematiankorban serta
alat yang dipakai oleh tersangka pelaku kejahatan.
E.Objek Identifikasi
Seperti yang sudah disebutkan di muka bahwa objek
identifikasi dapat berupa orang yang
masih hidup atau yang sudah meninggal dunia. Identifikasi terhadap
orang tak dikenal yang masih hidup meliputi:
Penampilan umum (general appearance), yaitu tinggi badan, berat
badan, jenis kelamin, umur, warna kulit, rambut dan
mata. Melalui metode ini diperoleh data tentang jenis kelamin, ras,
perkiraan umur dan tingi badan, kelainan
pada tulang dan sebagainya.
1. Perbedaan Umur Jenis Kelamin Pria Dan Wanita
2.Pakaian
3.Sidik jari
4.Jaringan parut
5.Tato
6.Kondisi mental
7.Antropometri
Tugas melakukan identifikasi pada orang hidup tersebut menjadi tugas pihak
kepolisian. Dalam hal-hal tertentu dapat dimintakan bantuan dokter, misalnya
pada kasus pemalsuan identitas di bidang keimigrasian atau kasus penyamaran oleh pelaku kejahatan.
Sedangkan identifikasi terhadap orang yang sudah meninggal dunia dapat
dilakukan terhadap:
1.Jenazah yang masih baru dan utuh
2.Jenazah yang sudah membusuk dan utuh
3.Bagian-bagian dari tubuh jenazah
Cara melakukan identifikasi pada jenazah yang
masih baru dan utuholeh pihak kepolisian seperti yang dilakukan
terhadap orang hidup. Adapun hal-hal yang ditemukan di dalam otopsi oleh dokter
(misalnya penyakit, cacat tubuh, bekas operasi atau bekas trauma) dapat digabungkan
dengan hasil pemeriksaan pihak kepolisian.
Pada jenazah utuh yang
sudah membusuk mungkin dapat diketahui jenis kelamin, tinggi badan dan umurnya. Tetapi jika tingkat
pembusukannya sudah sangat lanjut mungkin sisa pakaian, perhiasan, jaringan
parut, tatto atau kecacatan fisik akan bermanfaat bagi kepentingan
identifikasi. Sedangkan identifikasi yang lebih akurat dapat dilakukan
dengan memanfaatkan gigi geliginya. Sebagaimana diketahui bahwa gigi merupakan
bagian tubuh manusia yang paling tahan terhadap pembusukan, kebakaran dan
reaksi kimia.
Sebagai suatu metode identifikasi pemeriksaan gigi memilikikeunggulan
sebagai berikut :
1. Gigi merupakan jaringan keras yang resisten
terhadap pembusukan dan pengaruh
lingkungan yang ekstrim.
2. Karakteristik individual yang unik
dalam hal susunan gigi geligi dan restorasi gigi menyebabkan identifikasi
dengan ketepatan yang tinggi.
3. Kemungkinan tersedianya data
antemortem gigi dalam bentuk catatan medis gigi (
dental record ) dan data radiologis.
4. Gigi geligi merupakan lengkungan
anatomis, antropologis, dan morfologis, yang mempunyai letak yang terlindung
dari otot-otot bibir dan pipi, sehingga apabila terjadi trauma
akan mengenai otot-otot tersebut terlebih dahulu.
5. Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak
sama, karena berdasarkan penelitian bahwa gigi manusia kemungkinan sama satu
banding dua miliar.
6. Gigi geligi tahan panas sampai suhu
kira-kira 400ºC.
7. Gigi geligi tahan terhadap asam
keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang terbunuh dan direndam dalam asam
pekat, jaringan ikatnya hancur, sedangkan giginya masih utuh.
Batasan dari forensik odontologi terdiri dari identifikasi dari mayatyang
tidak dikenal melalui gigi, rahang dan kraniofasial.
1. Penentuan umur dari gigi.
2. Pemeriksaan jejas gigit
(bite-mark ).
3. Penentuan ras dari gigi.
4. Analisis dari
trauma oro-fasial yang berhubungan dengan tindakan kekerasan.
5. Dental jurisprudence berupa
keterangan saksi ahli.
6. Peranan pemeriksaan DNA dari bahan
gigi dalam identifikasi personal.
Jika yang ditemukan bukan jenazah yang
utuh, melainkan sisa-sisa tubuh manusia maka pertama-tama yang perlu
dilakukan adalah menentukan apakah sisa-sisa itu benar-benar berasal dari
tubuh manusia. Jika benar makat indakan selanjutnya
adalah menentukan jenis kelamin, umur, tinggi badan dan sebagainya. Sering kali
bagian-bagian dari tubuh manusia ditemukan di berbagai tempat yang terpisah
sehingga timbul pertanyaan apakah bagian-bagian itu berasal dari individu yang
sama. Guna memastikannya diperlukan pemeriksaan DNA atau precipitin test.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Identifikasi adalah penentuan atau pemastian
identitas orang yanghidup maupun mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada
orang tersebut.Identifikasi juga diartikan sebagai suatu usaha untuk mengetahui
identitasseseorang melalui sejumlah ciri yang ada pada orang tak dikenal,
sedemikian rupa sehingga dapat
ditentukan bahwa orang itu apakah sama dengan orang yang hilang
yang diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu. Identifikasi
forensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang ditujukan
untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan. Dikenal ada
tiga macam sistem identifikasi
B. Saran
Identifikasi system terbuka, identifikasi sistem
tertutup dan identifikasi sistem semi terbuka atau semi tertutup. Dari sembilan
metoda identifikasi yang dikenal, hanya metoda penentuan jati
diri dengan sidik jari (dakti loskopi) yang tidak lazim dikerjakan oleh dokter,
melainkan dilakukan oleh pihak kepolisian. Delapan metoda yang lain, yaitu:
metode visual, pakaian, perhiasan, dokumen, medis, gigi, serologi dan metode
eksklusi
DAFTAR PUSTAKA
o Anonymous. Identifikasi dalam Mind’s Forensic 1th
Edition. Bagian Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Banjarmasin 2012
o Gani, M.Husni, dr. DSF. Ilmu Kedokteran Forensik.
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang, Indonesia 2002
o Idries, Abdul Mun’im. Identifikasi dalam Ilmu
Kedokteran Forensik.Binarupa Aksara, Jakarta. 1997.
o Kusuma, Soekry Erfan, Identifikasi
Medikolegal dalam Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Bagian
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga,Surabaya 2007
o Launtz, LL. Handbook For
Dental Identification. JB Lippincott Company, Philadelphia and
Toronto 1973.
o Reichs, KJ. Forensic Osteology Advances In The
Identification of Human Remain Charles C Thomas Publisher, Springfield Illinois
USA 1986.KEDOKTERAN KEHAKIMAN
0 komentar:
Posting Komentar