Sistem hukum Anglo-Saxon merupakan sistem hukum yang berasal dari Inggris
yang kemudian menyebar ke Amerika Serikat dan negara-negara bekas jajahannya.
Kata “Anglo Saxon” berasal dari nama bangsa
yaitu bangsa Angel-Sakson yang pernah menyerang sekaligus menjajah Inggris yang
kemudian ditaklukan oleh Hertog Normandia, William. William mempertahankan
hukum kebiasaan masyarakat pribumi dengan memasukkannya juga unsur-unsur hukum
yang berasal dari sistem hukum Eropa Kontinental.
Nama Anglo-Saxon, sejak abad ke-8 lazim
dipakai untuk menyebut penduduk Britania Raya, yakni bangsa Germania yang
berasal dari suku-suku Anglia, Saks, dan Yut. Konon, pada tahun 400 M mereka
menyeberang dari Jerman Timur dan Skandinavia Selatan untuk menaklukkan bangsa
Kelt, lantas mendirikan 7 kerajaan kecil yang disebut Heptarchi. Mereka
dinasranikan antara 596-655 M.
Sistem hukum anglo saxon ialah suatu sitem
hukum yang didasarkan pada yurispudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim
terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem
Hukum Anglo Saxon cenderung lebih mengutamakan hukum kebiasaan, hukum yang
berjalan dinamis sejalan dengan dinamika masyarakat. Pembentukan hukum melalui
lembaga peradilan dengan sistem jurisprudensi dianggap lebih baik agar hukum
selalu sejalan dengan rasa keadilan dan kemanfaatan yang dirasakan oleh
masyarakat secara nyata.
Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia,
Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi
Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan
sistem hukum ini bersamaan dengan sistim hukum Eropa Kontinental Napoleon).
Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan sistem
hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang
menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga memberlakukan
hukum adat dan hukum agama.
Sumber hukum dalam sistem hukum ini ialah
putusan hakim/pengadilan. Dalam sistem hukum ini peranan yang diberikan kepada
seorang hakim sangat luas. Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang
bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja. Hakim juga
berperan besar dalam membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat . Hakim
mempunyai wewenang yang sangat luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang
berlaku. Selain itu, bisa menciptakan hukum baru yang akan menjadi pegangan
bagi hakim-hakim lain untuk menyelesaikan perkara sejenis.
Sistem hukum ini menganut doktrin yang
dikenal dengan nama ”the doctrine of precedent / Stare Decisis”. Doktrin ini
pada intinya menyatakan bahwa dalam memutuskan suatu perkara, seorang hakim
harus mendasarkan putusannya pada prinsip hukum yang sudah ada dalam putusan
hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya (preseden).
Dalam perkembangannya, sistem hukum ini
mengenal pembagian hukum publik dan hukum privat. Hukum privat dalam sistem
hukum ini lebih ditujukan pada kaidah-kaidah hukum tentang hak milik, hukum
tentang orang, hukum perjanjian dan tentang perbuatan melawan hukum. Hukum
publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang
penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara.
Sistem hukum ini mengandung kelebihan dan
kekurangan. Kelebihannya hukum anglo saxon yang tidak tertulis ini lebih
memiliki sifat yang fleksibel dan sanggup menyesuaikan dengan perkembangan
zaman dan masyarakatnya karena hukum-hukum yang diberlakukan adalah hukum tidak
tertulis (Common law). Kelemahannya, unsur kepastian hukum kurang terjamin
dengan baik, karena dasar hukum untuk menyelesaikan perkara/masalah diambil
dari hukum kebiasaan masyarakat/hukum adat yang tidak tertulis.
Sumber: http://id.shovoong.com/law-and-politics/law/2223074-sistem-hukum-anglo-saxon/#ixzz1veh895Ao
Sistem anglo saxon berorientasi pada Mazhab /
Aliran Freie Rechtsbegung.
Aliran ini berpandangan secara bertolak
belakang dengan aliran legisme. Aliran ini beranggapan bahwa di dalam
melaksanakan tugasnya seorang hakim bebas untuk melakukan menurut UU atau
tidak.
Hal ini disebabkan karena pekerjaan hakim
adalah melakukan penciptaan hukum. Akibatnya adalah memahami yurisprudensi
merupakan hal yang primer di dalam mempelajari hukum, sedangkan UU merupakan
hal yang sekunder.
Pada aliran ini hakim benar-benar sebagai
pencipta hukum (judge made law) karena keputusan yang berdasar keyakinannya
merupakan hukum dan keputusannya ini lebih dinamis dan up to date karena
senantiasa memperlihatkan keadaan dan perkembangan masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar