BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bencana alam seperti banjir, tanah longsor,
kekeringan, kebakaran hutan ,angin puting beliung yang tidak pernah
putus-putusnya melanda wilayah Ibu pertiwi Nusantara Indonesiaku yang aku
cintai ini sepanjang tahun 2012 dan memasuki tahun 2013 diperkirakan bencana itu akan datang
lagi, dimana banjir, tanah longsor mulai menghantam disebagian wilayah negara
tidak ketinggalan Jakarta ibu kota negara yang sangat rawan banjir, hujan
sebentar dengan curah hujan ringan saja sudah terjadi genangan air yang membuat
macet dimana-mana. Fenomena ala mini dalam beberapa dekade terakhir ini,
menjadikan Indonesia berubah dari negeri kaya sumber daya alam, menjadi negara
yang krisis hutan, krisis air, krisis lahan , krisis lingkungan , Kondisi hutan
tropis Indonesia yang merupakan paru-paru dunia sudah hampir separuhnya telah
berubah menjadi lahan kritis dan rangkaian bencana yang diakibatkannya, hal ini
sebenarnya buah dari ketidak tegasan dan lemahnya penegakan hukum dari penguasa
dinegara yang kita cintai ini. Selain lemahnya penegakan hukum dan system
ekonomi dan politik yang membuat para pejabat tidak pernah konsisten dalam
memutuskan suatu kebijakan sehingga aktivitas penebangan hutan, baik secara
legal maupun secara illegal tetap berlangsung terus sebagai akibat dari
kapasitas terpasang dari Industri perkayuan di Indonesia yang cukup tinggi
dibanding jatah tebang yang diberikan departemen kehutanan tidak mencukupi,
maka untuk menghidari kebangkrutan para industri perkayuan terpaksa secara
sembunyi-sembunyi menerima kayu illegal. Disamping kondisi tersebut diatas
karena sulitnya menghadapi pelayanan peraturan prosedur tatausaha kayu yang
selalu berubah-ubah dan memerlukan biaya tinggi sehingga jatah tebangan yang
telah diberikan oleh pejabat yang berwewenang tidak terealisir karena lebih
banyak industri kehutanan yang beralih untuk memanfaatkan kayu illegal yang
tidak banyak persyaratan yang mereka harus penuhi, hanya menghadapi risiko
tertangkap dari penegak hukum bila terlihat tetapi banyak dari mereka
mengatakan umumnya bisa diatasi dengan berbagai jalan penyelesaian . Aliran
kayu hasil tebangan liar juga diselundupkan ke Cina, Jepang, Malaysia dan
Singapura yang tentunya sangat menguntungkan Negara-negara tersebut. Praktik
penyelundupan kayu illegal tersebut sampai sekarang berlangsung terus walaupun
Negara-negara tersebut telah ikut menandatangani konvensi internasional
perlindungan spesies yang dilindungi ( CITES ).
Teriakan para praktisi lingkungan bahwa penyebab semua
bencana alam tersebut diatas dikarenakan kerusakan hutan , tanah, udara dan
tata air yang pemanfaatannya sudah tidak terkendali lagi karena munculnya
konflik kepentingan dari pemerintah, swasta dan masyarakat, terutama dalam
pemanfaatan hutan, lahan , tambang dan air yang sudah diatas ambang
keserakahan. Kerusakan hutan dan lahan yang disebabkan berbagai aktivitas
manusia seperti perladangan ,perambahan , pembalakan ilegal dan kebakaran hutan
pada beberapa tahun terakhir menyebabkan luas kawasan hutan semakin menyusut,
yang sampai saat ini diperkirakan 2,83 juta ha/ tahun terjadi deforestasi
kawasan hutan ( Departemen Kehutanan 2006 ) malahan dari kalangan organisasi
non pemerintah bersuara lebih lantang lagi bahwa laju kerusakan hutan dalam 2
tahun terakhir diperkirakan seluas 3,5 juta ha/tahun. Dengan semakin
meningkatnya laju penyusutan hutan di Indonesia yang merupakan hutan tropis
terluas ketiga di dunia setelah Brasil dan Zeire maka Bank Dunia ( 2001 )
memperkirakan hutan daratan rendah pulau Sumatera akan habis pada tahun 2010 dan
hutan rendah di pulau Kalimantan akan hilang pada tahun 2020 ( Departemen
Kehutanan ). Kerusakan hutan yang cukup parah terjadi dalam kurun waktu 10
tahun terakhir, terutama dengan terbentuknya otonomi daerah dimana beberapa
pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten/ kota yang menjadikan sumberdaya alam
sebagi konflik kepentingan untuk memacu pendapatan asli daerah yang bersumber
dari kehutanan, pertambangan , perkebunan dan pemanfaatan air yang sangat mudah
sebagai sasaran sumber pendapatan keuangan. Dari beberapa kasus dimana Bupati
telah menerbitkan Ijin pemanfaatan kayu yang lokasinya berada dalam areal
kawasan hutan yang telah dibebani Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan, ijin
pemanfaatan Kayu diberikan oleh bupati kepada perorangan tetapi yang melaksanakannya
adalah cukong kayu yang pada dasarnya tidak merasa bertanggungjawab terhadap
pelaksanaan ijin tersebut sehingga dengan kesewenang-wenangan yang bersangkutan
telah melakukan penebangan hutan terhadap kawasan hutan diluar areal yang
dijinkan, beberapa kasus dimana Bupati juga menerbitkan Ijin Pemanfaatan kayu
kepada perorangan yang lokasinya berdekatan dengan kawasan konservasi sehingga
bila target belum tercapai sedangkan kayu yang ada pada areal yang dijinkan
sudah tidak ada lagi, maka kawasan konservasi menjadi sasaran dan lain-lain
kasus yang muncul untuk menguras hasil hutan tanpa ada itikat baik untuk
mengembalikan fungsinya sebagai hutan. Kerusakan hutan sudah terjadi sejak lama
dan akan terjadi terus dengan perkiraan kapan akan terkendali atau berhenti
sama sekali, untuk menganalisa kerusakan hutan dan lahan tentunya akan memeras
pemikiran dan tenaga, tetapi timbul suatu pertanyaan” upaya apakah yang mungkin
ditempu oleh pemerintah sehingga hutan bebas dari kerusakan” banyak praktisi,
pakar lingkungan, LSM hanya mampu berteriak tapi belum mampu memberikan suatu
solusi untuk memperlambat lajunya pembukaan kawasan hutan dan lahan. Konon
kerusakan hutan dan lahan sebagai dampak dari penebangan haram yang marak
terjadi sejak bergulirnya reformasi diperkirakan telah mengakibatkan kerugian
negara lebih dari Rp. 30 trilyun pertahun. Besarnya kerugian ini tidak hanya
mengakibatkan raibnya kawasan hutan seluas empat kali lapangan sepakbola setiap
menit dan hilangnya kayu sebesar 30,43 juta m3 pertahun tetapi yang paling
penting untuk dipikirkan secara mendalam oleh pakar lingkungan dan menteri yang
terkait adalah rusaknya ekosistem dan musnahnya keanekaragaman hayati yang tak
ternilai harganya ( Departemen Kehutanan 2006 ). Pembalakan hutan dan
pemanfaatan hutan untuk kegiatan non kehutanan semakin tidak terbendung
tersebut telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang berpengaruh langsung pada
perubahan iklim dan cuaca yang mengakibatkan bencana alam berupa banjir, tanah
longsor, kebakaran hutan, kekeringan yang telah rutin terjadi setiap tahunnya.
Langkah moratorium yang bertahap dan
terbatas yang akan dilaksanakan oleh pemerintah sebaiknya dilakukan bukan hanya
terbatas pada pemegang ijin HPH saja dengan mencabut izin HPH yang bermasalah
seperti telah habis masa berlakunya, tidak melaksanakan pengelolaan arealnya
sesuai ketentuan tetapi juga kepada perusahaan yang memanfaatkan lahan hutan
untuk pertambangan, perkebunan dan pertanian seperti pembukaan hutan pada
topograpi dengan kemiringan diatas 20 derajat dengan penegakan hukum yang lebih
ketat. Aktifitas penertiban terhadap HPH dan Industri hasil hutan harus
dilaksanakan karena bagaimanapun kehancuran hutan di Indonesia tidak bisa
dilepaskan dari keberadaan mereka selain itu karena kebijakan konversi lahan hutan
dan tumpang tindihnya pemberian izin penggunaan lahan hutan.
1. 2 Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah yang berjudul “Penebangan Hutan” adalah untuk memenuhi tugas dalam menyelesaikan Ujian Akhir
Semester ( UAS ), dan selain itu juga ada beberapa masalah atau pembahasan yang
akan di sampaikan dalam penulisan makalah ini, antara lain :
1. Untuk mengetahui apa akibat dari penebangan hutan
secara liar.
2. Mengenal yang dimaksud dengan moratorium hutan itu
apa.
3. Supaya kita mengenal apa itu hutan, dan pentingnya
buat kehidupan kita khususnya di Kalimantan Tengah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Akibat Penebangan Hutan
Penebangan hutan
semakin sering terjadi, termasuk di Daerah Kalimantan Tengah. kegiatan seperti
itu menimbulkan dampak yang besar. Penembangan hutan tanpa pemikiran logis
dapat mengakibatkan rusaknya keseimbangan ekosistem lingkungan. Hewan-hewan
yang ada di hutan Kalimantan Tengah sekarang semakin berkurang mengikuti
kawasan hutan yang semakin menyempit. Tak hal terkadang hewan-hewan yang ada di
hutan keluar dan masuk kepemungkiman warga untuk mencari makan karena hutan
sebagai tempat mencari makan mereka telah dirusak warga. Dan yang tak kalah
penting lagi adalah fungsi hutan sebagai penyedia oksigen dan penyerap
carbodioksida, pencegah erosi, mengatasi penggenaan, dan penjaga air tanah.
Bila dipikirkan apabila hutan semakin
dirusak tentu akan berakibat pada berkurangnya fungsi hutan. Ujung-ujungnya
akan berdampak pada berkurangnya udara bersih karena hutan tidak bisa menyuplai
oksigen sebagai mana biasanya dan karbondiosida yang bebas bertebaran di udara;
tanah yang longsor atau erosi karena akar pohon tidak menyangga tanah lagi;
Terganggunya sistem hidro-orologis akibat kerusakan hutan. Banjir pada musim
hujan dan kekeringan pada musim kemarau merupakan salah satu contoh dari tidak
berfungsinya hutan untuk menjaga tata air. Air hujan yang jatuh tidak dapat
diserap dengan baik oleh tanah, laju aliran permukaan atau runoff begitu besar
dapat mengakibatkan banjir; atau pun yang lagi sering dibicarakan adalah
pemanasan global yang mengakibatkan suhu udara yang semakin panas.
Sebagian besar dari daerah di Kalimantan Tengah menerima dampak dari penebangan
hutan baik itu di Barito Timur di sekitar kawasan hutan. Jika dilihat kawasan
yang mengalami dampak terbesar adalah Barito Timur. Meski dampaknya tidak bisa
dirasakan oleh semua orang tetapi jika kita runungkan dapat kita rasakan. Udara
yang semakin panas merupakan tanda-tanda dari dampak tersebut. Selain itu Barito
Timur yang semakin tidak memiliki lahan terbuka hijau yang banyak guna menjaga
kebersihan air dan tanah menyebabkan tanah menjadi kering dan tandus yang akan
menambah kotor udara. Jika dibiarkan Barito Timur bisa menjadi seperji Jakarta
yang akan mengalami banjir besar.
Penebangan hutan di Barito Timur disebabkan oleh adanya perkebunan seperti
kebun karet dan sawit ataupun menjadi bangunan lainya seperti Ruko (rumah took)
maupun perumahan yang sering kita temui di Barito Timur di Kalimantan Tengah
dan pembukaan jalan. Selain itu ditambah lagi dengan banyaknya kegiatan
ilegalogin penebangan pohon-pohon yang akhir-akhir ini terjadi. Selain itu juga
disebabkan oleh banyaknya kebakaran hutan yang terjadi baik yang disebabkan
oleh ulah manusia, Dan memang terlihat jelas gundulnya, tanah dan sisa-sisa
kebakaran yang menghampar luas di
perbukitan.
Untuk mengatasi banyaknya penebangan hutan yang sering terjadi di Kalimantan
Tengah, khususnya di Barito timur
diperlukan pengolaan kawasan hutan yang baik seperti larangan menebang pohon di
kawasan hutan dan pemanajemenan penebangan hutan seperti system tembang pilih
langsung tanam.
Selain itu diperlukannya upaya kita bersama
dalam menjaga dan mengawasi penebangan hutan dan melakukan penanaman
pohon satu orang satu pohon. Serta meningkatkan parutaran mengenai cara
penebangan hutan yang benar semua itu hanya untuk anak cucu kita nanti.
2.2 Moratorium penebangan hutan
Moratorium dari bahasa
latin yaitu morari yang berarti penundaan, Moratorium hutan merupakan
penundaan dalam menebang hutan, guna menyelamatkan hutan primer dan lahan
gambut yang masih tersisa di Indonesia serta menyelesaikan konflik agraria,
menyelamatkan hutan primer dan lahan gambut yang masih tersisa merupakan
suatu langkah penting dalam memenuhi komitmen Presiden RI dalam pengurangan
emisi gas rumah kaca.
karena besarnya potensi karbon yang tersimpan di
lahan gambut, jika aplikasi moratorium di hutan primer dan lahan gambut itu
benar-benar dilakukan maka akan menghasilkan manfaat yang luar biasa bagi
lingkungan indonesia, Namun pemerintah relatif lemah dalam pelaksanaan
moratorium hutan, maka upaya bersama dalam menyelamatkan kawasan hutan primer
dan lahan gambut yang masih tersisa di Indonesia seakan-akan menjadi tidak
penting dan cenderung terabaikan.
Dua tahun sudah moratorium
hutan berlangsung di indonesia, terhitung 21 mei 2011, kemudian diterbitkannya
Inpres No.10/2011, sampai saat ini tidak banyak hasil yang dapat dilihat
semenjak moratorium hutan diberlakukan, dimana perusahaan yang telah
mengantongi Ijin pengelolaan hutan yang baru masih saja tetap membabat hutan
alam dan lahan gambut.
Jeda tebang pada Hutan Primer dan Lahan Gambut di
Indonesia tidak berjalan dengan maksimal. Seperti apakah pelaksanaan moratorium
hutan di indonesia? Apakah hanya sebatas formalitas semata?
Sampai saat ini
sumbangsih dari sektor kehutanan dalam menunjang komitmen Presiden RI
dalam penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 41% untuk tahun 2020 terlihat
hampir tidak nampak. Bahkan moratorium hutan yang di usung pemerintah indonesia
juga tidak bisa menjawab persoalan konflik agraria di indonesia.
Dari 163 konflik agraria sepanjang tahun 2011, dengan
rincian 97 kasus di sektor perkebunan, 36 kasus di sektor kehutanan, 21
kasus di sektor infrastruktur, 8 kasus di sektor pertambangan, serta 1 kasus di
wilayah tambak atau pesisir. Ini menunjukkan bahwa moratorium hutan belum
melakukan perbaikan tata kelola di sektor kehutanan baik pada aspek sosial, hak
atas tanah, akses masyarakat atas sumber daya alam dan penguatan dalam
penegakan hukum.
Upaya untuk mengendalikan kerusakan hutan dan lahan melalui penundaan
penebangan hutan dapat ditempu melalui :
- pengendalian kerusakan hutan
dengan penundaan penebangan hutan alam yang ada di pulau sumatera,
Kalimantan, sulawesi dan Irian Jaya dengan pengaturan jatah tebangan yang
diberikan kepada para pemegang IUPHH, mencabut izin perusahaan yang
melaksanakan pengelolaan arealnya yang menyimpang dari ketentuan, tidak
memperpanjang izin perusahaan yang sudah habis masa berlakunya dan tidak
menerbitkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu yang baru,
- pengendalian kerusakan hutan
dengan penundaan pemberian izin penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan
non kehutanan seperti penggunaan kawasan hutan alam untuk kegiatan
pertambangan, penggunaan lahan hutan alam untuk kegiatan perkebunan,
pertanian dan transmigrasi serta kegiatan lainnya,
- pengendalian jumlah industri kehutanan
yaitu dengan mengurangi jumlah industri yang beroperasi dengan mencabut
izin industri kehutanan yang tidak tidak memenuhi kewajibannya seperti
industri kehutanan yang tidak mempuyai tenaga teknis kehutanan, tenaga
penguji , Industri kehutanan dalam pengawasan pejabat kehutanan telah
menerima kayu illegal dan atau industri kehutanan yang tidak melaksanakan
tatusaha kayu dengan baik.
Berdasarkan uraian diatas maka sesuai Surat Keputusan
Menteri Kehutanan No. 101/Menhut-II/2004 telah menetapkan percepatan
pembangunan htan tanaman untuk pemenuhan bahan baku Industri kehutanan. Hal ini
ditegaskan lagi dalam kebijakan prioritas kehutanan Departemen Kehutanan
2005-2009 bahwa pada lima tahun mendatang sumber daya hutan berupa kayu yang
berasal dari hutan alam untuk sementara tidak lagi menjadi andalan perekonomian
nasional , paling tidak untuk jangka waktu sepuluh sampai dua puluh tahun
kedepan .Produksi kayu dari hutan alam yang selama ini merupakan hasil hutan
yang utama yang akan dikurangi secara bertahap sampai tidak sama sekali. untuk
mendukung terwujudnya moratorium penebangan hutan alam tersebut diatas, maka
untuk mensuplay bahan baku Industri kehutanan perlu dilakukan penanaman hutan
tanaman seperti hutan tanaman industri , hutan rakyat, hutan kemasyarakatan,
hutan tanaman rakyat dalam skala luasan yang sangat besar
2.3 Hakekat Hutan
Pada eksistensinya
hutan merupakan subekosistem global yang menenpati posisi penting sebagai
paru-paru dunia (Zain, 1996). Senada dengan itu, Radon (2009) menjelaskan hutan
adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan
lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di
dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida, habitat hewan, serta
pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfera Bumi yang paling
penting.
Dari uraian di atas
jelaslah bahwa hutan merupakan bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia.
Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin,
di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.
Orang awam mungkin memandang hutan sebagai sekumpulan pohon kehijauan dengan
beraneka jenis satwa dan tumbuhan liar yang terkesan gelap, tak beraturan, dan
jauh dari pusat peradaban dan bahkan menganggapnya sebagai sesuatu yang
menakutkan.
Namun, jika kita
mengikuti pengertian hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam
Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut
Undang-undang tersebut, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan
lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat
dipisahkan. Selain itu, jika dikaji dari sisi ilmu kehutanan, hutan merupakan
suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang
menempati daerah yang cukup luas. Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi
dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau
padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok
memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk
(mahkota daun) yang jelas. Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu
menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda
daripada daerah di luarnya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPUAN
Sumber daya alam merupakan
sesuatu yang terdapat di muka bumi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini tidak jauh berbeda dengan sumber daya
hutan. Sumber daya hutan merupakan segala sesuatu yang terdapat di hutan yang
bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidupmanusia. Sumber daya hutan
sangat bersifat dinamis berubah dari waktu ke waktu, dari tempat satu ke tempat
yang lain.seiring dengan perkembangan kebutuhan manusia. Sumber daya hutan
bersifat dapat diperbaharui. Sumber daya hutan harus dilestarikan mulai dari
sekarang, karena jika sumber daya hutan tidak dilestarikan. Kelestarian alam
akan terganggu. Hutan mempunyai banyak fungsi, Indonesia adalah salah satu
negara dengan sumber daya hutan terbesar di dunia. Banyak sekali spesies
tanaman yang terdapat di dalam hutan Indonesia. Hutan berfungsi sebagai
paru-paru dunia.
SARAN
- Moratorium atau penundaan penebangan
hutan alam sudah saatnya diberlakukan demi menyelamatkan kelestarian hutan
tropis Indonesia yang masih tersisa yang diperkirakan seluas 70-80 juta
hektar dari luas kawasan hutan tropis Indonesia yang diperkirakan seluas
126 juta hektar , karena kalau tidak ada upaya penundaan penebangan hutan
maka diperkirakan 10-20 tahun kedepan hutan alam Indonesia terutama di
Sumatera dan Kalimantan akan habis .
- Untuk mengendalikan kerusakan
hutan dan mencegah terjadinya bencana yang selalu datang secara bergantian
maka, moratorium penebangan hutan baik yang berada didalam kawasan hutan
maupun yang ada diluar kawasan hutan sebagai suatu alternatif perlu
dipertimbangkan untuk dilakukan dengan mengkaji semua akibat yang mungkin
timbul seperti tidak beroperasinya beberapa industri hasil hutan,
terganggunya roda perekonomian , munculnya pengangguran secara
besar-besaran dari pemutusan hubungan kerja Industri perkayuan yang
terpaksa menutup industrinya karena tidak ada bahan baku.
0 komentar:
Posting Komentar