PEMDA KALIMANTAN TENGAH





ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN
PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
DI KALIMANTAN TENGAH
Perubahan Lingkungan Strategis
Sumber daya alam merupakan karunia dan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa agar
dapat dimanfaatkan secara berdaya guna, berhasil guna dan berkelanjutan bagi sebesar-besarnya
kesejahteraan rakyat, baik generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Ketersediaan
sumber daya alam baik hayati maupun non hayati sangat terbatas, oleh karena itu pemanfaatannya
baik sebagai modal alam (stock resources) maupun komoditas (product) harus dilakukan secara
bijaksana sesuai dengan karakteristiknya
Sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa
bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, maka pengelolaan sumber daya alam harus berorientasi
kepada konservasi sumber daya alam (natural resource oriented) dan pemanfaatan secara berkelanjutan
(sustainable use) untuk menjamin kelestarian dan keberlanjutan fungsi sumber daya alam,dengan
menggunakan pendekatan yang bercorak komprehensif dan terpadu.
Pengelolaan sumber daya alam diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip berkelanjutan,
keadilan, dan demokrasi
1. Prinsip keberlanjutan meliputi aspek-aspek kelestarian, kehatihatian, perlindungan optimal
keanekaragaman hayati, keseimbangan, dan keterpaduan;
2. Prinsip keadilan meliputi aspek-aspek kesejahteraan rakyat, pemerataan, pengakuan
kepemilikan masyarakat adat, pluralisme hukum, dan perusak membayar.
3. Prinsip demokrasi meliputi aspek-aspek transparansi, kebangsaan dan negara kesatuan,
desentralisasi, HAM, dan akuntabilitas publik.
Pengelolaan sumber daya alam dilakukan dengan pendekatan yang memadukan ekosistem
darat, pesisir dan laut, termasuk pulau-pulau kecil dengan masyarakat dan kebudayaaannya dalam konteks ruang dan tidak terikat pada batas-batas administratif wilayah
Pendekatan ini diterapkan mengingat luasnya wilayah Indonesia yang terdiri dari pulau-
pulau besar dan kecil, sumber daya alam yang khas sebagai wilayah tropis, serta beragamnya sistem
pengelolaan yang ada di masyarakat. Pendekatan kawasan (bioregion) dalam pengelolaan sumber
daya alam diperlukan untuk pengelola sumber daya alam yang sesuai dengan karakteristik dan
daya dukung sumber daya alam dan tidak semata-mata didasarkan pada wilayah administrasi
pemerintahan.
Manfaat digunakannya pendekatan bioregion untuk daerah dan instansi/departemen sektor
yang terkait dengan sumber daya alam adalah :
1. mencegah potensi konflik;
2. mengantisipasi bencana alam;
3. mengembangkan potensi daerah (berdasarkan informasi inventarisasi);
4. meningkatkan koordinasi;
5. mengkongkritkan kerjasama antar daerah;
6. melakukan pencadangan sumber daya alam untuk keberlanjutan (stock resources);
7. memudahkan pengawasan, penegakan hukum (law enforcement);
8. menggunakan sebagai dasar dalam penyusunan perencanaan pembangunan
9. memberikan insentif :
a. mendorong investasi;
b. meningkatkan pendapatan (income net negara);
Sedangkan manfaat untuk pelaku bisnis sumber daya alam dengan pendekatan bioregion ini
adalah :
1. kepastian usaha;
2. menghindari biaya tinggi (pungutan yang tidak jelas/ganda, konflik sosial);
3. kejelasan ruang lingkup hak dan tanggungjawabnya;
4. cadangan sumber daya alam untuk pemanfaatan/pemanenan di masa yang akan
datang.
Negara menguasai sumber daya alam untuk dimanfaatkan bagi sebesar besarnya
kesejahteraan rakyat dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan daya dukung ekosistem.
Negara memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk mengatur pengelolaan sumber daya
alam dengan mengakui dan menghormati hubungan hukum antara masyarakat dengan sumber
daya alam.
Penguasaan negara terhadap sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam ayat ini bukan
berarti milik negara melainkan untuk mengatur keadilan, keberlanjutan, dan fungsi sosial sumber
daya alam untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyatt. Penguasaan negara juga dimaksudkan
untuk menghilangkan pemusatan penguasaan oleh seseorang atau sekelompok orang atas sumber
daya alam, yang dapat mengancam tercapainya kesejahteraan rakyatt dan hilangnya fungsi sumber
daya alam.
Ayat (2) Hubungan hukum antara masyarakat dengan sumber daya alam tersebut sebagian
telah ada sejak sebelum Republik Indonesia berdiri seperti hak ulayat.
(1) Dalam penyelenggaraan pengelolaan sumber daya alam di daerah, Pemerintah Daerah
berwenang :
a. merumuskan kebijakan;
b. melaksanakan koordinasi;
c. melakukan pemantauan dan pengawasan;
d. melakukan upaya-upaya pencegahan konflik.
Dalam melaksanakan kewenangan di bidang pengelolaan sumber daya alam Pemerintah
wajib untuk:
a. mencegah adanya usaha-usaha monopoli atas sumber daya alam baik yang dilakukan
perorangan, kelompok masyarakat maupun badan usaha swasta atau pemerintah;
b. mendorong produktivitas dalam pemanfaatan sumber daya alam untuk menjamin
kemakmuran dan peningkatan harkat dan martabat hidup masyarakat;
c. menjamin pemenuhan hak generasi sekarang maupun generasi masa depan, laki-
laki dan perempuan, untuk menguasai dan memanfaatkan sumber daya alam secara
berkelanjutan;
d. memberikan jaminan sosial bagi masyarakat yang tidak menguasai sumber daya alam
tetapi bekerja dalam usaha-usaha pemanfaatan sumber daya alam;
e. memperluas kesempatan berusaha, melakukan pemberdayaan, mengembangkan
kapasitas kelembagaan, dan memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat yang
hidupnya tergantung pada sumber daya alam;
f. menjamin keberlangsungan daya dukung ekosistem, fungsi sumber daya alam dan
lingkungan hidup.
Dalam pengelolaan sumber daya alam setiap orang wajib :
a. mempertahankan, memelihara, dan melindungi fungsi sumber daya alam dan
ekosistemnya;
b. memberikan informasi yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam;
c. mencegah terjadinya penurunan kualitas ekosistem sumber daya alam;
d. mencegah, menanggulangi dan memulihkan kerusakan sumber daya alam dan
ekosistemnya;
e. meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
f. menggunakan teknologi yang ramah lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya
alam.

Kebijakan Pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di Kalimantan
Tengah

Asas yang menjadi dasar diselenggarakannya Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan di Kalimantan Tengah, yang terkait dengan
aspek lingkungan adalah:
a. Azas kelestarian dan berkelanjutan;
b. Azas keadilan dan kesetaraan;
c. Azas demokrasi;
d. Azas transparansi;
e. Azas kebersamaan dengan tanggung jawab yang berbeda;
f. Azas kehati-hatian dini;
g. Azas eko-efisiensi;
h. Azas perlindungan optimal atas keanekaragaman hayati;
i. Azas perusak membayar;
j. Azas pengakuan hak masyarakat adat.
Untuk tujuan mencegah terjadinya potensi kerusakan, mengurangi dampak kerusakan,
memperbaiki dan memulihkan dampak negatif terhadap lingkungan biofisik dan sosial, dengan
tetap melakukan penataan, pengembangan, pemeliharaan pemanfaatan, serta pengawasan, agar
pengelolaan perkebunan kelapa sawit dapat terus berlanjut secara lestari sehingga dapat berfungsi
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kalimantan Tengah khususnya dan Indonesia pada
umumnya.
Penjelasan tentang Azas Pengelolaan (butir a-j di atas):
Komisi Dunia Pembangunan dan Lingkungan (The World Commissionon Environment
and Development) mengembangkan konsep pembangunan berkelanjutan, yang menyempurnakan
konsep pembangunan berwawasan lingkungan. Pengaruh dari perkembangan baru ini dengan
segera pula menjalar dan mempengaruhi kebijakan hukum lingkungan di seluruh dunia, termasuk
Indonesia. Beberapa azas di atas merupakan adopsi dari prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Masing-masing azas memperhatikan posisi saling ketergantungan dan saling memperkuat secara
mendasar diantara pertimbangan perlindungan daya dukung lingkungan dengan kepentingan
pembangunan ekonomi dan sosial. Prinsip saling ketergantungan ini yang harus diadopsi dan
diterjemahkan dalam tataran praktis dalam RAPERDA dan turunannya tentang pengelolaan
perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di Kalimantan Tengah.
Arah Kebijakan Pengelolaan Perkebunan Kelapa SawitYang Berkelanjutan Di Kalimantan Tengah
Arah kebijakan Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit yang Berkelanjutan di Kalimantan
Tengah, yang terkait dengan aspek lingkungan adalah:
1 Pembukaan areal hutan untuk perkebunan kelapa sawit harus sesuai dengan ambang
batas dan daya dukung lingkungan, serta memperhatikan kebutuhan generasi
mendatang;
2 Dilaksanakan secara adil dan tidak diskriminatif, untuk semua kelompok masyarakat,
memberikan kesempatan yang sama dan memberikan perlindungan kepada kelompok
masyarakat yang rentan;
3 Memberikan serta melindungi hak dan akses masyarakat atas sumber daya alam di
dalam dan di sekitar areal perkebunan;
4 Seluruh proses perencanaan, pengelolaan dan pemanfaatan perkebunan dan hasil
perkebunan harus diketahui oleh masyarakat dan dapat dipertanggungjawabkan;
5 Harus memperhatikan kesatuan wilayah ekosistem dan karakteristiknya serta koordinasi
dan keterpaduan antar sektor;
6 Pengelolaan perkebunan kelapa sawit dilaksanakan dengan mengambil resiko kerusakan
terhadap lingkungan yang seminimal mungkin;
7 Pemanfaatan dan pengolahan hasil perkebunan harus dilakukan secara efisien dengan
meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan ;
8 Harus melindungi keanekaragaman hayati dan tidak merusak ekosistem yang
menunjang daya dukung lingkungan alam dan sosial ekonomi budaya masyarakat
lokal;
9 Harus menginternalisasikan biaya-biaya kerusakan sumber daya alam dan lingkungan
dan memperhitungkan dalam biaya produksi atau harga produksi yang dihasilkan;
10 Melindungi kearifan lokal dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang
berkelanjutan, sesuai hukum adat yang berlaku di tengah-tengah masyarakat;
11 Memberikan kesempatan kepada masyarakat adat untuk mengelola sumber-sumber
kehidupan yang secara nyata menurut hukum adat setempat masih berlaku dan
dikuasainya.
Sasaran dalam aspek lingkungan yang hendak dicapai dalam Rancangan Peraturan Daerah
(RAPERDA) Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan di Kalimantan Tengah ini
adalah:
1 Terwujudnya pra kondisi pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang
dapat diterima oleh berbagai pihak;
2 Tetap dipertahankannya keanekaragaman hayati dan lingkungan sosial yang tetap
terjaga dalam keseimbangan meskipun terjadi konversi fungsi lahan dari lahan hutan
menjadi lahan perkebunan;
3 Terkendalinya pemanfaatan lahan perkebunan kelapa sawit yang berwawasan
lingkungan yang dilakukan baik oleh masyarakat maupun pengelola lain;
4 Tercapainya pemulihan dan pengendalian fungsi ekosistem yang berubah dan tercapai
keseimbangan baru yang tetap menjaga keberadaan keanekaragaman hayati secara
berkelanjutan;
5 Terciptanya mekanisme perencanaan, pengelolaan, perlindungan dan rehabilitasi, serta
pengawasan dan evaluasi pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang tetap berorientasi
pada kelestarian dan pembangunan kelapa sawit yang berkelanjutan;
6 Terwujudnya tata kelola yang baik dan penguatan kapasitas kelembagaan pemerintah
dan masyarakat di daerah Kalimantan Tengah dalam mengelola perkebunan kelapa
sawit secara berkelanjutan;
7 Tercapainya perbaikan kondisi sosial, ekonomi, budaya, masyarakat lokal dan adat yang
lebih baik, serta meningkatnya peran serta masyarakat, dalam pengelolaan perkebunan
kelapa sawit yang berkelanjutan.
5.4 Perencanaan Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
1 Perencanaan pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan harus dilakukan
secara terintegrasi antara kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pengusaha maupun
masyarakat lainnya;
2 Dokumen perencanaan pengelolaan perkebunan kelapa sawit harus menyediakan
informasi kepada para pihak lainnya, terkait dengan aspek lingkungan dalam bahasa
yang mudah dipahami;
3 Dokumen perencanaan dan seluruh aspek pengelolaan perkebunan kelapa sawit harus
dapat diakses oleh publik, kecuali beberapa informasi yang memenuhi syarat sebagai
dokumen rahasia yang tidak bisa diakses oleh public;
4 Pengelola perkebunan kelapa sawit harus memenuhi seluruh persyaratan untuk
memperoleh ijin pengelolaan perkebunan sesuai dengan peraturan pemerintah
Indonesia, terkait aspek lingkungan, baik di tingkat pusat maupun provinsi, serta
hukum dan peraturan internasional yang sudah diratifikasi;
5 Pengelola perkebunan harus mempunyai ijin dan hak yang legal untuk mengelola
areal perkebunan dan tidak ada konflik lahan dengan masyarakat atau pihak lain di
atasnya;
6 Rencana penggunaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit tidak mengurangi hak legal
atau membatasi hak adat masyarakat setempat, yang ditunjukkan dengan persetujuan
pendahuluan tanpa paksaan/free prior inform consent (FPIC);
7 Semua prosedur operasi dalam aspek lingkungan terdokumentasi dengan baik, yang
akan dapat dipergunakan sebagai dasar untuk melakukan pemantauan dan evaluasi;
8 Semua aspek yang berkaitan pengelolaan di perkebunan dan pengolahan di pabrik,
termasuk penanaman kembali yang mempunyai dampak terhadap lingkungan harus
direncanakan dengan seksama;
9 Dalam rencana pengelolaan harus memuat rencana konservasi dan perlindungan
terhadap spesies yang langka, terancam punah serta habitat yang mempunyai nilai
konservasi tinggi yang terdapat dalam areal perkebunan atau dapat dipengaruhi oleh
tanaman perkebunan atau pabrik pengolahan industri kelapa sawit, yang dibuat secara
tersendiri;
10 Persiapan lahan tanaman untuk perkebunan tidak diperbolehkan menggunakan api
(dibakar), kecuali dalam kondisi tertentu, seperti tertuang dalam ASEAN guidelines;
11 Harus ada perencanaan untuk mengurangi polusi dan emisi;
12 Assessment dampak lingkungan dan sosial yang komprehensif dan partisipatif harus
dilakukan oleh pihak independen, sebelum pembukaan perkebunan yang baru, sebelum
melakukan penanaman, perluasan areal penanaman, yang hasilnya harus diintegrasikan
dalam rencana pengelolaan;
13 Survei tanah dan topografi harus dilakukan sebelum pembukaan lahan perkebunan
baru dan hasilnya diintegrasikan dalam rencana pengelolaan.
5.5 Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
1 Memelihara kesuburan tanah dan apabila memungkinkan meningkatkan kesuburan
pada tingkat tertentu yang dapat menjamin hasil yang optimal dan lestari;
2 Meminimalkan dan mengontrol erosi dan degradasi tanah di areal perkebunan;
3 Memelihara kualitas dan ketersediaan air tanah dan air permukaan;
4 Menerapkan teknik yang terintegrasi dalam menangani hama, penyakit serta penyebaran
spesies bukan asli yang sangat invasive;
5 Penggunaan bahan-bahan kimia tidak boleh mengganggu kesehatan masyarakat.
Tidak menggunakan pestisida, kecuali yang terdapat dalam daftar Petunjuk Praktek
Pengelolaan yang Baik. Bahan kimia yang dipergunakan harus dalam kategori WHO
termasuk tipe IA atau IB, atau terdapat dalam daftar Konvensi Internasional;
6 Menerapkan dan mengkomunikasikan rencana kesehatan dan keselamatan;
7 Semua staf, pekerja, kontraktor dan para pihak yang terlibat dalam pengelolaan
perkebunan kelapa sawit harus menjalani pelatihan dalam bidang lingkungan sesuai
dengan peran dan fungsinya dalam organisasi pengelolaan.
8 Semua aspek yang berkaitan pengelolaan di perkebunan dan pengolahan di pabrik,
termasuk penanaman kembali yang mempunyai dampak terhadap lingkungan harus
diimplementasikan;
9 Konservasi terhadap spesies yang langka, terancam punah serta habitat yang
mempunyai nilai konservasi tinggi yang terdapat dalam areal perkebunan atau dapat
dipengaruhi oleh tanaman perkebunan atau pabrik pengolahan industri kelapa sawit
harus dilaksanakan;
10 Semua limbah baik di areal perkebunan maupun industri pengolahan yang terdapat
dalam areal perkebunan harus dikurangi (reduced), bisa didaur ulang (recycled),
digunakan kembali (re-used) dan dibuang (disposed) dengan lebih bertanggungjawab.
Membakar limbah produksi tidak diperbolehkan;
11 Memaksimalkan penggunaan energi yang efisien dan penggunaan energi yang bisa
diperbaharui;
12 Penanaman yang ekstensif di lahan yang mempunyai kemiringan yang sangat curam
atau di tanah marginal dan rentan longsor harus dihindari.
5.6 Pemantauan dan Evaluasi
a Pengelola perkebunan kelapa sawit secara regular melakukan pemantauan dan
evaluasi atas rencana dan pelaksanaan kegiatan, yang terkait dengan dampak terhadap
lingklungan, yang kemudian berdasarkan hasil pemantauan tersebut pihak pengelola
melakukan langkah koreksi dan perbaikan untuk operasional ke depan;
b Pengelola harus mempunyai sistem perbaikan dari semua aspek lingkungan yang terus
menerus dimonitor dan dievaluasi.
5.7 Insentif dan Disinsentif
a Pemerintah akan memberikan insentif kepada pengelola yang memenuhi semua
persyaratan dan memenuhi kualifikasi dari aspek lingkungan, sebagai pengelola
perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan, sesuai dengan prinsip dan kriteria
pengelolaan perkebunana kelapa sawit yang berkelanjutan;
b Sebaliknya pemerintah akan memberikan sanksi atau mencabut ijin perusahaan/
pengelola perkebunan kelapa sawit yang terbukti mengabaikan persyaratan dan
kualifikasi dari aspek lingkungan, sebagai pengelola perkebunan kelapa sawit yang
berkelanjutan, yang tidak sesuai dengan prinsip dan kriteria pengelolaan perkebunana
kelapa sawit yang berkelanjutan;
c Selain insentif pemerintah, diharapkan terdapat insentif dan disinsentif dari pasar yang
mengapresiasi pengelola perkebunan kelapa sawit yang memahami dan melaksanakan
semua prinsip pengelolaan yang berkelanjutan. RAPERDA harus mengakomodasi
kepentingan ini, tetapi dengan prinsip untuk melindungi kepentingan produsen dan
tidak pada tataran intervensi pasar yang berlebihan.







Kelembagaan/Institusi Lingkungan
a Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah perlu membentuk organisasi dan
institusi penunjang lainnya atau meningkatkan kapasitas kelembagaan yang ada, yang
akan mendukung terlaksananya dengan baik dan benar semua prinsip dan kriteria
lingkungan dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan di
Kalimantan Tengah;
b Untuk lebih mengakomodasi terjaminnya implementasi aspek lingkungan untuk
tujuan yang lebih operasional, perubahan atau perbaikan kelembagaan menjadi pokok
usulan yang perlu dipertimbangkan. Perubahan institusi terdiri dari dua hal. Pertama,
perubahan secara internal atau proses institusionalisasi atau pelembagaan. Kedua,
perubahan norma atau nilai-nilai atau struktur yang menjadi karakteristik instituis
tersebut;
c Tuntutan untuk melakukan perubahan institusional tidak dapat dihindari, mengingat
isu lingkungan sudah menjadi isu lintas batas, lintas benua, lintas sektoral dan
lintas disiplin ilmu, yang belum bisa terakomodasi dan tergambarkan dari struktur
kelembagaan yang ada saat ini di Provinsi Kalimantan Tengah. Kartodihardjo (2006)
menyatakan bahwa tujuan perubahan institusi adalah unhtuk mendapatkan kinerja
yang lebih baik yang diharapkan atau untuk memperbaiki kinerja yang buruk, salah
satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan perubahan institusi.







PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Pengelolaan perkebunan sawit berkelanjutan merujuk pada AMDAL, RSPO, HCV, FPIC
dan Klasifikasi Kebun dengan dasar pemikiran untuk memberikan focus perhatian pada aspek
lingkungan, sosial budaya dan hukum.
1. Pada Aspek lingkungan, efisiensi dan keberlangsungan sumberdaya alam bagi generasi
yang akan datang menjadi sangat penting, sehingga pembangunan perkebunan kelapa
sawit di Kalimantan Tengah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap
memperhatikan daya dukung lahan dan memelihara kelestarian sumberdaya alam;
2. Pada aspek ekonomi, investasi usaha perkebunan sawit harus menciptakan kesinambungan
usaha dengan meminimalisir konflik yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan;
3. Pada aspek sosial budaya, perhatian difokuskan pada tanah adat, nilai budaya yang merupakan
identitas masyarakat, serta hubungan antara masyarakat dan pengusaha perkebunan yang
memberi ruang bagi negosiasi bagi kepentingan keduabelah pihak, minimal 20% atau
lebih sesuai dengan kesepakatan dari jumlah areal Perkebunan Besar diperuntukkan untuk
perkebunan rakyat (mengacu pada Permentan Nomor 26 tahun 2008);
4. Pada aspek hukum hendaknya mengedepankan musyawarah dan mufakat dalam penyelesaian
sengketa yang dimulai dari ijin prinsip hingga dikeluarkannya Hak Guna Usaha;
5. Hendaknya peraturan daerah ini memuat perintah untuk melakukan Legal Audit dan Legal
Complient bagi perusahaan perkebunan yang telah memilki ijin operasional di Kalimantan
Tengah. Hal ini diperlukan untuk mempersiapkan situasi usaha yang kondusif dan menjamin
kepastian hukum bagi pembangunan perkebunan sawit Kalimantan Tengah kedepan.
6. Bioregion yang terintegrasi dengan kawasan,
7. Perlu evaluasi secara regular
8. Rekonsialisasi lahan
9. csr
Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka direkomendasikan hal-hal sebagai berikut:
1. Naskah Akademik Perlu ditingkatkan sebagai bahan pengatar Rangcangan Peraturan Daerah
(RAPERDA) dan atau Peraturan Gubernur (PERGUB), sebagai salah satu intrumen untuk
menuju Pengelolaan Sawit Yang Berkelanjutan di Kalimantan Tengah;
2. Perlu kesiapan para pihak dalam mempersiapkan hal-hal yang terkait dengan point 1 (satu)
di atas.
Lampiran
Rspo
Hcvf
Fpic

Klasifikasi kebun
Peraturan perundang-undangan
Kreteria Sawit Berindikator Lokal (POKJA)

Penulis : JANANG JARI ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel PEMDA KALIMANTAN TENGAH ini dipublish oleh JANANG JARI pada hari Selasa, 22 Oktober 2013. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan PEMDA KALIMANTAN TENGAH
 

0 komentar: