A. Hubungan Anak dengan Orang
Tuanya
Kelahiran
anak dalam suatu perkawinan adalah penting bagi artinya sebuah keluarga. Karena
anak kandung memang mempunyai kedudukan yang penting bagi tiap brayat atau somah.
Biasanya anak kandung itu adalah penerus generasi dari keluarga tersebut, wadah
dimana semua harapan orang tua tertumpu pada anak itu, sebagai pelindung orang
tua apabila kelak orang tua sudah tidak kuat lagi jiwa dan raganya untuk
mencukupi kebutuhan-kebutuhan dan juga sebagai pewaris dari semua harta
kekayaannya.
Karena
itu apabila sebuah keluarga tidak mempunyai anak kandung maka berbagai upaya
diusahakan orang agar ia dapat melahirkan keturunan. Kalaupun tidak berhasil
juga, maka orang berusaha mendapatkan anak baik dengan cara memelihara atau
mengangkat anak untuk dijadikan anaknya. Apabila seorang ibu sudah mulai
mengandung, maka untuk menyongsong kelahiran si anak dan juga keselamatan si
ibu maka banyak dilakukan upacara-upacara adat yang bersifat religio magis,
antara lain:
a. Ketika anak masih di dalam kandungan dan berumur 7 bulan dilakukan
upacara tingkepan, dan pada umur 9 bulan diadakan upacara procodan
b Pada saat anak itu lahir dilakukan upacara
penanaman ari-ari
c. Pada hari kelima setelah lahirnya bayi maka
diadakan upacara adat yang dinamakan sepasaran bayi
d. Pada saat tali ari-ari putus maka diadakan sesaji
agar anak itu selamat, dan anak mulai diberi nama
e. Setelah anak berumur 40 hari maka dilakukan upacara
cukur rambut bayi
f. Ketika bayi berumur 7 bulan biasanya diadakan
upacara tedak siti
Hal seperti diatas biasanya dilakukan untuk
keselamatan anak agar terlepas dari gangguan alam sekitarnya maupun alam halus
yang tidak kelihatan juga agar mendapat rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.
Akan tetapi dalam kelahiran seorang anak biasanya
tidak semua kejadian berjalan normal, antara lain:
1. Anak lahir diluar perkawinan
Pandangan untuk anak yang dilahirkan diluar perkawinan
ini berbeda di setiap daerah. Untuk itu demi mencegah nasib jelek bagi si ibu
dan anaknya maka ada baiknya di dalam masyarakat dikenal adanya lembaga-lembaga
yang bermaksud melepaskan ibu dan anaknya dari nasib yang malang itu, antara
lain dengan melakukannya upaya seperti kawin paksa dan kawin darurat.
2.
Anak yang lahir karena hubungan zina
Ada kemungkinan terjadinya seorang isteri yang sudah
kawin sah dengan suaminya kemudian melakukan hubungan gelap dengan laki-laki
lain. Apabila dari hubungan ini lahir seorang anak, maka menurut hukum adat
anak yang lahir itu adalah anak dari suaminya. Kecuali apabila sang suami itu
berdasarkan alasan-alasan yang dapat diterima, dapat menolak menjadi bapak anak
yang dilahirkan oleh isterinya karena adanya hubungan zina itu. Menurut hukum adat
rupanya tidak relevan, anak itu bertahan berapa lama sesudah berlangsungnya
pernikahan.
3.
Anak yang lahir setelah perceraian
Anak yang
dilahirkan setelah perkawinan putus, maka menurut hukum adat anak tersebut
adalah masih anak bapaknya apabila kelahiran anak itu masih dalam batas-batas
mengandung. Anak yang lahir dari selir ini mempunyai kedudukan dan hak yang
tidak sama dengan anak-anak yang lahir dari isteri utama. Biasanya anak dari
isteri utama mempunyai hak yang lebih banyak terutama terhadap harta warisan
ayah dan hak atas martabat ayahnya.
Hubungan anak dengan orang tuanya itu menimbulkan
akibat-akibat hukum sebagai berikut:
a. Larangan kawin antara ayah dengan anak perempuan, dan antara ibu
dengan anak laki-lakinya di sebuah wilayah hukum adat di Indonesia
b. Kewajiban alimentasi dan hak untuk dipelihara
secara timbal balik
c. Jika sang ayah masih ada maka ia selalu bertindak selaku wali dari
anak perempuannya pada upacara akad nikah yang dilakukan secara agama Islam
B. Hubungan Anak dengan Kelompok-Kelompok
Kerabat/Wangsanya
Dalam meninjau hubungan anak dengan kelompok-kelompok kerabat maka dapat
dibedakan menjadi 4 jenis:
1.
Tata kewangsaan parental
Hubungan antara kelompok wangsa ayah dan anak adalah
sama dengan hubungan wangsa ibu dengan anak yang bersangkutan. Ini terdapat di
dalam tertib parental. Larangan dan kecenderungan kawin, hak waris, kewajiban
memberi nafkah, semua hubungan itu berintensitas sama kedua jurusan
2.
Tata wangsa unilateral
Di sini dibedakan menjadi 2, yaitu kewangsaan
patrilinial dan tata kewangsaan matrilineal. Disebut kewangsaan patrilineal
apabila kerabat itu berasal dari leluhur yang berasal dari bapak leluhur
bersama melalui garis pencar laki-laki. Disebut kewangsaan matrilineal apabila
kerabat itu berasal dari leluhur yang berasal dari ibu leluhur bersama melalui
garis pencar perempuan.
3.
Tata kewangsaan unilateral rangkap
Jika kedua prinsip tata kewangsaan khusus itu
menyebabkan lahirnya kelompok-kelompok kewangsaan, yang menampakkan diri
sebagai kesatuan-kesatuan sosial.
4.
Tata kewangsaan alternerond
Suatu
bentuk kewangsaan apabila keturunannya dapat disusur melalui garis laki-laki
atau perempuan, sesuai bentuk perkawinan orang tuanya. Bentuk ini terjadi bila
dalam suatu masyarakat, bentuk perkawinan jujur dan kebiasaan perkawinan ambil
anak jumlahnya sama banyak
.
C. Pemeliharaan Anak Yatim Piatu
Di dalam
masyarakat yang bertata kewangsaan parental, apabila salah satu orang tua
meninggal dunia maka yang melakukan kekuasaan orang tua ialah orang tua lainnya
yang masih hidup.
Jika anak tersebut menjadi yatim-piatu artinya kedua
orang tuanya sudah meninggal, maka yang melakukan kekuasaan orang tua adalah
kerabat terdekat dari salah satu diantara kedua belah kelompok yang
berkemampuan baik. Anak-anak yang sudah besar menetapkan sendiri pilihannya,
apakah memilih kerabat dari ayahnya atau dari ibunya
.
D. Pengangkatan Anak/Adopsi
Keluarga
tanpa anak melakukan adopsi terutama untuk memperoleh anak cucu yang meneruskan
garis keturunannya sendiri, tapi juga untuk memperoleh tenaga kerja di rumah.
Keluarga yang punya anak pun melakukan adopsi juga. Selain harapan untuk
memperoleh anak sendiri kelak, adopsi juga dilakukan karena rasa kasihan kepada
seorang anak yang ditinggal mati oleh orang tuanya.
Semoga
Bermanfaat.... (^_^)
0 komentar:
Posting Komentar